Zona nyaman versus zona rawan dalam hidup
Sementara zona nyaman (comfort area/zone) merupakan suatu batasan mental yang membuat kita tidak mau melangkah keluar darinya, termasuk melakukan tindakan apa pun yang kita anggap akan membawa kita keluar darinya. Dalam hidup biasanya kita pada akhirnya mencapai satu area yang kita anggap memadai untuk kita diami. Kalau istilah psikologinya menjadi “camper”. Orang dengan kepribadian macam ini mirip dengan phlegmatis, mereka seperti tidak bergerak atau berbuat sesuatu yang memadai, hanya karena filosofi hidup “begini saja saya sudah cukup kok.”
Keduanya berbeda sama sekali. Rasa aman tentu dicari dan dipertahankan manusia. Tidak mungkin misalnya kita membiarkan dompet atau HP kita bergeletakan di atas meja restoran sementara kita sebagai pemiliknya malah pergi ke toilet. Atau seorang wanita sengaja pergi ke tempat yang rawan kejahatan tengah malam. Dalam mencari rasa aman ini kemudian manusia berusaha memproteksi dirinya dan kemudian menurut teori kontrak sosialnya Jean Jacques Rousseau membentuk lembaga untuk mengawasi keamanan bernama polisi. Setelah hukum terbentuk, kemudian juga dibuat perangkat hukum lainnya.
Sementara zona nyaman justru membatasi manusia untuk maju. Dalam ilmu manajemen yang diadopsi dari filosofi hidup orang Jepang, ada istilah singkat tapi bermakna dalam: “Kaizen”. Bila disederhanakan artinya kira-kira adalah “implementasi terhadap prinsip peningkatan terus-menerus”. Orang yang menerapkan prinsip “Kaizen” akan berupaya belajar setiap saat tanpa mengenal waktu, dari mana saja, dan tentang apa saja. Dengan semangat seperti itulah blog LifeSchool ini kemudian dituliskan sejak dua tahun lalu.
Keluar dari zona nyaman akan membuat manusia menghadapi medan bahaya baru, yaitu dunia asing yang tak dikenal. Ini kemudian menjadi tantangan. Meski seolah menakutkan, namun sebenarnya jauh di bawah sadarnya manusia senantiasa mencari tantangan. Apa gunanya? Ya untuk ditaklukkan.
Akan tetapi keinginan menaklukkan tantangan memang tergantung dari kepribadian seseorang. Bila mengambil tipe kepribadian Hippocrates, maka secara berurutan yang suka menaklukkan tantangan adalah Koleris, Sanguin, Melankolis dan terakhir Phlegmatis. Dalam tipe DISC tentu saja sesuai urutan juga yaitu Dominan, Influence, Steadiness dan Compliance. MBTI terlalu rumit karena ada 16 tipe kepribadian, namun yang paling jelas adalah penggolongan menurut Enneagram dimana tipe Achiever menjadi lawan dari Peacemaker.
Dan saya berpendapat, kepribadian walau seolah taken for granted atau “sudah dari sononya” dan ada unsur genetis, namun bukan tidak mungkin bisa diubah. Kalau kita ingin maju, sebenarnya sederhana, ubah mindset dan lakukan tindakan sesuai mindset baru itu, yaitu keluar dari zona nyaman dan sambut tantangan. Tanpa kita sadari dalam beberapa waktu kepribadian kita akan berubah menjadi Gemba Kaizen atau perbaikan kualitas langsung di tempat kerja (Imai, 1999). Menurut hemat saya, sebenarnya dapat diperluas menjadi perbaikan diri di setiap ladang kehidupan. Ini sesuai dengan falsafah “Kaizen” yang berpandangan bahwa cara hidup kita, apakah kehidupan kerja, kehidupan sosial, kehidupan rumah tangga, hendaknya berfokus pada upaya perbaikan terus menerus, kecil bertahap, dan berguna (Muhidin, 2009). Singkatnya, perbaikan tanpa henti.
Komentar
Posting Komentar